Sistem Zonasi Pendidikan: Antara Niat Baik dan Gelombang Protes Penduduk
Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan di Indonesia bertujuan mulia: pemerataan akses pendidikan berkualitas dan menghilangkan stigma sekolah favorit. Dicanangkan untuk mengatasi kesenjangan kualitas antar sekolah, meminimalisir praktik nepotisme, serta memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk bersekolah di dekat tempat tinggalnya. Namun, dalam implementasinya, kebijakan ini justru kerap memicu gelombang protes dari masyarakat, terutama para orang tua.
Alasan Utama Gelombang Protes:
- Kesenjangan Kualitas Sekolah yang Masih Tumpang: Ini adalah poin paling krusial. Banyak orang tua merasa kualitas fasilitas, guru, dan proses belajar mengajar antar sekolah masih sangat timpang. Memaksa anak masuk ke sekolah terdekat yang kualitasnya dianggap kurang memadai, seringkali dianggap mengorbankan masa depan akademik anak, terutama bagi mereka yang berprestasi.
- Pembatasan Pilihan dan Aspirasi Orang Tua: Orang tua ingin memilih sekolah terbaik untuk anak mereka, terlepas dari jarak. Sistem zonasi membatasi pilihan ini, mengesampingkan faktor prestasi akademik dan preferensi personal yang mungkin dimiliki keluarga.
- Infrastruktur yang Belum Merata: Penyebaran sekolah yang tidak proporsional di beberapa daerah menyebabkan ada siswa yang justru kesulitan mendapatkan sekolah meskipun berada di dalam zona yang ditentukan, atau harus menempuh jarak yang cukup jauh karena ketiadaan sekolah yang layak di zona terdekatnya.
- Kekhawatiran Terhadap Masa Depan Siswa Berprestasi: Banyak orang tua siswa berprestasi merasa kebijakan ini kurang adil, karena anak-anak mereka yang seharusnya bisa masuk ke sekolah unggulan berdasarkan kemampuan, kini harus bersaing ketat di jalur prestasi yang sangat terbatas atau bahkan terpaksa masuk ke sekolah dengan kualitas yang dianggap di bawah potensi mereka.
Tuntutan dan Harapan:
Protes yang terus bermunculan ini menjadi cerminan bahwa sistem zonasi, meskipun memiliki tujuan mulia, memerlukan evaluasi dan penyesuaian yang cermat. Pemerintah dituntut untuk tidak hanya menerapkan kebijakan, tetapi juga secara serius mengatasi akar masalahnya, yaitu pemerataan kualitas pendidikan di semua sekolah, serta mempertimbangkan kembali porsi jalur prestasi yang lebih proporsional. Tanpa langkah-langkah konkret tersebut, sistem zonasi akan terus menjadi polemik yang merugikan banyak pihak.




