Anak Jalanan Kian Banyak: Di Mana Peran Negara?
Fenomena anak jalanan di kota-kota besar Indonesia, alih-alih berkurang, justru kian menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Wajah-wajah mungil yang seharusnya berada di bangku sekolah atau dalam dekapan hangat keluarga, kini terlihat bergelut dengan kerasnya hidup di jalanan; mengamen, mengemis, atau sekadar bertahan hidup dari belas kasihan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar yang menggantung di benak banyak orang: Di mana peran negara dalam melindungi generasi penerusnya?
Hidup di jalanan berarti bergelut dengan ancaman kemiskinan, kelaparan, kekerasan, eksploitasi, hingga risiko kesehatan yang minim penanganan. Mereka adalah korban dari berbagai faktor kompleks, mulai dari kemiskinan struktural, disorganisasi keluarga, minimnya akses pendidikan bagi orang tua, hingga urbanisasi yang tak terkendali. Mereka adalah cerminan dari kegagalan sistem sosial yang seharusnya mampu menjamin hak-hak dasar setiap anak.
Pertanyaan "Di Mana Negara?" bukan sekadar retorika. Ini adalah panggilan untuk melihat lebih jauh tanggung jawab konstitusional pemerintah dalam menyediakan jaring pengaman sosial yang kuat, pendidikan yang merata dan inklusif, fasilitas kesehatan yang mudah diakses, serta program reintegrasi yang efektif bagi anak-anak dan keluarga rentan. Penanganan anak jalanan tidak bisa hanya sebatas razia dan penertiban sesaat, melainkan harus menyentuh akar masalah yang sistemik dan berkelanjutan.
Setiap anak berhak atas masa depan yang layak, jauh dari jalanan yang penuh bahaya. Saatnya negara hadir lebih nyata, tidak hanya di atas kertas kebijakan, melainkan dalam setiap langkah konkret yang menyentuh langsung kehidupan mereka. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan keluarga adalah kunci untuk memastikan tidak ada lagi anak yang terpaksa menjadikan jalanan sebagai rumah. Masa depan bangsa ada di tangan anak-anak ini, dan sudah seharusnya negara menjadi pelindung utama mereka.












